Tepat 9 Hari yang lalu adalah
hari ke 9 kali nya ya. Kau ingat?
Entah kau mengingatnya
atau tidak, aku bahkan tak telalu peduli akan pertanyaan konyol itu, mungkin
kala kau membaca kata itu kau akan menjawab “ya ingatlah” namun kurasa kau
terlalu kurang untuk memahaminya.
Hahah, boleh ku katakan
beberapa kata sebelum aku mengakhiri postingan lugu ku ini? Kau ingat setiap ku
pinta doa dan harapan padamu? Dan kau tak pernah mengubrisnya bukan? Kenapa? Kau tak sudi
melakukannya? Pasti kau sedang berkepala panas kala membaca kata-kata ku yang
sedemikian rupa. Oiya, kalau kau berkenan untuk menangkap beberapa pertanyaan
gilaku tolong kau jawab apakah kau se-malu itu mengenalku? Kau tau apa yang
telah kau lakukan dijejaring sosial itu membuatku sulit untuk menyesuaikan
keadaan yang ada. Tak seperti Maret, April, bahkan Juli lalu. Mungkin Juni
telah mengutukmu. Namun tak mengapalah, itu adalah tapak jejak langah mu..
Desember telah datang
kembali.. Selama itu pula kau telah mulai merubah ku terhadap beberapa
pandangan. Hm, mengajariku terhadap suatu hal yang mungkin tak kau sadari.
Betapa penting hari ini untuk ku, disamping hari ini Ujian ku tengah
berlangsung juga hal lain yang membuatku menyelo sebentar untuk menulis
beberapa bait huruf ini. Ku ingat hal yang mungkin takkan kulupa saat ini,
esok, dan kapanpun. Matahari, kaulah. Bulan pun juga kau. Bintang, kau lebih
indah. Laksana aku hanyalah penggemarmu, fanatic, kata orang. Detik per detik
memang tak terasa sekali bagiku. Dua semester lalu menjadi perumpamaan yang
takkan bisa terlukiskan oleh tangan mungil manusia.
Lautan takkan sanggup
menggambarkan birunya kedalaman sebuah kepedulian. Tanah takkan mampu
mengisyaratkan kepedihan karena pukulan beberapa kapas. Semuanya adalah semu.
Semu… nalar. Tuli akan reseptor pendengarnya. Buta akan keindahan tiap
syahdunya.. manusia takkan mampu menui kata yang lebih menguak dari pada format
aslinya.
Kau adalah kakak. Kau
adalah salju. Kau adalah pelangi. Kau adalah apapun di muka bumi ini yang
tertanggung untuk bertemu remaja egois, sepertiku. Kau membuat nyaliku yang
rendah mati tertelan cahaya cita. Tak sungkan kau banglitkan nilai imajinasiku.
Lalu kau tuangkan dalam langkah manis kakimu.
Tutur bahasa yang kau
ungkap bukan hanya bermakna namun menggelora juga meruntuhkan bait-bait senja
yang tak terkira. Betapa agungnya Tuhan
memahamkan dua insane selama waktu yang tak pernah manusia sangka lamanya.
Gelombang hati yang tak dapat tergoreskan lebih dalam akan selalu bersiteru.
Melayangkan jutaan bahkan milyaran ancaman yang pasti akan datang menerjang.
Hahah, kadang masalah itu terlihat lucu. Lucu karena selalu terorganisir dengan
candaan yang dulu.
Aku bisa menjadi
mata-matamu, seperti kasus yang kau atau aku hadapi diwaktu lalu. Biasa jadi
aku juga commentator mu layaknya postingan mu di jejaring sosial kala itu, atau
aku menjadi pemberontak sikap mu yang kadang melunturkan perkiraan yang
melenceng dari diriku.
Seperti definisi
matematika yang pernah kau ajarkan.. masih sangat ku ingat kata-katamu jika matematika
hanya memerlukan pengulangan soal, katamu.. itu pula yang kuharap pada bulan
desember ini juga bulan-bulan lalu dan bulal-bulan yang akan datang.
Kau tau aku kehausan ku
akan nyanyian seperti yang pernah kau umbar, kau ingat “mine”, lagu dari Petra
yang pernah sengaja kau kirim dikala kau menunggu hasil ujian mu? Kau ingat
postingan perumpaman habibi dan ainun yang pernah ku kibaskan? Semua itu bukan
khayal, nyata adanya tapi sulit terungkapnya. Bisakah kau membawaku dalam masa
itu lagi, kenangan? Aku tetap tak bisa melupakannya.
Bukan maksud terlalu
menyeretmu dalam duniaku, tidak.. aku hanya meminta aku mengingat apa yang
telah kau gambar.. mungkin kau bisa menconteknya lagi.. kalau kau berminat.
Desember telah datang, matahari. Semoga kau tetap bersinar. Semoga kau tetap
Nampak dalam bumi pertiwiku. Semoga kau tetap tersenyum dalam panasmu hingga
Tuhan memisahkanmu dengan sang bumi. Amiin.
Lalu bagaimana doa dan
harapan mu pada bulan desember ini? Bisakah kau bagi padaku?
Comments
Post a Comment
be leave a comment