Cerita ini tertulis pada kejadian yang mungkin bagi beberapa orang takkan mengerti dan paham apa kejadian yang benar-benar membuat seluruh raga saya bertekuklutut. Aku tak hanya sekedar diam, aku berlatih memfokuskan apa yang kumiliki agar apa yang kulihat dapat pula kurasa.
Waktu seperti tidak ikhlas jika aku selalu menopangkan ragaku pada satu saja moment yang terselip pada tubuhku. Seakan mereka berbisik. Menghentikan setiap gulir nafas yang tengenga disetiap jalannya. Aku pasrah.
Sekali lagi ku berkata, berkata pada satu hal yang sempat buatku tak pernah percaya adanya, berkata pada sesosok jiwa tanpa raga. Pelan ketukan ku merasuk pada hayalan lapuk belaka. Kukata seperti ini:
"inilah AKU. yang terlahir dalam dunia yang tak dapat kubilang palsu. inilah AKU. gadis dusun yang tak ingin terdengkur. inilah AKU. bayi kecil, yang tubuh dalam kehidupan islami tanpa kata labil. inilah AKU. diberi sepetik nama dari kekasih yang selalu bersamaku."
Perkataan itu taksampai hati untuk kuteruskan adanya. Dalam dekapan sang hayal palsu aku terdiam. Aku duduk sembari bersender pada tembok yang dibangun kurang lebih 3 tahun lalu. Aku masih terkesan pada saat harapan ku itu seakan membangunkan naluriku sebagai remaja. Lalu seseorang datang menemuiku dan berkata:
"Jika kamu hanya menanam harapan, dan kamu takpernah bangkit maka habislah waktu mu tertelan keegoisan mu meratapi sesuatu yang tak pernah kau korbankan, Bangkitlah. Kau adalah dirimu. Kau adalah berlian bagi orang tuamu. Kau adalah agen islam yang selanjutnya akan meneruskan apa yang harus kau teruskan. Dan sekaranglah waktunya.."
Lalu aku ingin sekali melontarkan beberapa patah kata yang terbesit dalam kilauan kalbu ini. Namun orang itu terlalu cepat melangkahkan kakinya dengan bijak. Ku paham apa yang jadi benaknya. Namun semuanya takkan semudah apa yang menjadi sebuah rangkaina kata yang baru saja ku dengar. Namun ketika itu pun naluriku berkata pada seluruh bagian tulang serta rusukku seperti ini:
"Aoakah tidak cukup Allah memberimu 2 cuping telinga untuk mendengar? Apakah tidak cukup pula Allah memberi kedua tangan dan kakimu untuk berbuat sesuatu? Dan apakah tidak cukup Allah memberi gelar bahwa manusia adalah makhluk yang paling terbaik di jagad raya ini?"
Yapss, saat inilah aku mengurangi puing harapan namun mulai melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Atau ada yang bilang seperti ini:
"Stop WILL. Start WILL"
Novena.
Comments
Post a Comment
be leave a comment